SEJARAH Sejarah AMAHEI |
SEJARAH NEGERI AMAHEI
1. Asal nama negeri amahai
Amahai
disebut dan ditulis juga Amahei. Tulisan ini berkaitan erat dengan
sejarah yang tidak dapat dilepaskan dari bahasa dan artikulasi atau
dasar ucapan yang berubah dari waktu ke waktu.
a. Amahai
Secara
etimologi kata Amahai terdiri dari dua suku kata yaitu: Ama dan Maha.
Ama yang artinya Bapak dan mahai yang artinya hidup.
Sejarahnya:
sejak jaman diaspora atau migrasi secara besar-besaran dari nunusaku,
serombongan besar manusia dari suku wemale rumpun pata siwa berpindah
atau keluar meninggalkan nunusaku mengambil jalan arah ke timur kemudian
menyebar ke selatan, mereka terdiri dari beberapa soa atau hena yang
masing-masing soa atau hena dipimpin oleh seorang upu. Rombongan ini
menyebar pada suatu daerah yang luas, mulai dari uwe terus paurita
(kepala wai ruata) di teluk elpaputi sampai hatumete. Maka maweng
mengucap syukur pada upu lero dan upu lanite bahwa orang tua mereka yang
adalah Ama atau Bapak masih tetap Mahai atau hidup.
b. Amahei
Kata amahei berasal dari kalimat “Ama Hei nama Namakala” yang berarti Bapak sejak dahulu kala.
Sejarahnya:
dalam persidangan amarale kecil (saniri kecil) dari Inama Halulepesia
maka ucapan kalimat di atas disebutkan upu ama bagi orang tertua dan
hidup sejak dari nunusaku sampai menyebar dari uwe paurita sampai
hatumete.
c. Amahei
Ada sebagian orang berpendapat bahwa amahei berasal dari kata EMHEI yang artinya asing rasanya.
Sejarahnya
: Pada jaman Gubernur Arnold de Vlaming van Oudshorn melancarkan perang
hongi (1652) maka Belanda menyerang kerajaan Iha yang tak mau takluk
pada Belanda. Pusat kerajaan Iha berada di gunung Ama Iha yang sukar
untuk ditaklukan. Menurut nasehat
kapitan sasapone dari Tuhaha, bahwa Ama Iha dapat dilakukan bila
ditembak dengan tulang babi. Kapal-kapal perang belanda mulai memasukan
tulang babi bersama mesiu ke meriam mereka dan mereka menembak Ama Iha,
maka Ama Iha runtuhlah dan kerajaan Iha pun takluk pada belanda.
2. Lokasi negeri amahai
Negeri
amahai terletak di pulau seram bagian selatan pesisir pulau itu. Pulau
seram adalah sebuah pulau yang terbesar di anatara pulau-pulau yang
terdapat di kepulauaan Maluku ini.
2.1.Letak astronomis
Anmahai secara astronomis terletak pada 182,560 bujr timur dan 3,2150
lintang selatan. Letak yang demikian menyebabkan suhu di amahai hamper
sama seperti suhu pada negeri-negeri/desa-desa lain! di pulau Ambon dan
pulau-pulau Lease. Jadi amahai mengenal dua musim yaitu: musim timur
pada bulan mei sampai bulan agustus dan musim barat dari bulan Desembe4r
sampai Ferbuari
2.2. Letak Geografis
Secara
geografis Amahai terletak dalam sebuah teluk yang sangat indah, di
peluk oleh dua buah tanjung yang mengajur ke laut, masing-masing tanjung
Kuako dan tanjung Umuputi
Dsa /negeri Amahai berbatas:
Sebelah barat dan selatan dengan laut banda
Sebelah tmur dengan gunung kerai (karulaya)
Sebelah utara dengan teluk elpaputi
Letak
geografis seperti ini, membuat desa/negeri Amahai merupakan sebuah
negeri yang terlindung dalam sebuah teluk yang permai dengan di latar
belakangi oleh sebuah gunung yang bernama gunung kerai.
Amahai
merupakan pintu gerbang dan pelabuhan bagi kota masohi ibu kota
kabupaten daerah tingkat II Maluku tengah. Pada tanggal 6 januari1898 di
kota Ambon terjadi suatu gempa yang dasyat merusakan sebagian besar
kota itu. Menilik tempat yang demikian maka Amahai pada tahun 1898 telah
di pilih oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menjadi Ibu Kota
Residensi of molucas menggantikan kota Ambon yang rusak karena gempa
bumi pada 6 januari 1898.
3. Menelusuri Lintasan Sejarah Amahai
a. Nama Amahai sudah ada sejak negrasi besar-besaran dari nunusaku, yaitu kira-kira pada tahun 1400 M
b. Kata
Amahai, baru saja di ucapkan ketika Arnold de vlamming van Odshorn
menyerang dan menaklukan kerajaan iha pada perang hongi 1652. Yaitu
hamper 250 tahun kemudian.
c. Amahai
sebelum datang kekuasaan asing di Indonesia dan di Maluku, belum
merupakan sebuah desa seperti yang terdapat sekarang ini. Amahai pada
mulanya merupakan Sati Tuama (dari kata Ina = Ibu
dan Ama = Bapak) yaitu suatu kekuasaan besar yang merupakan lembaga
masyarakat adat yang besar. Berdasarkan AMARALE besar pertama (musyawara
besar pertama) dari saniri besar Wae Le Telu (saniri besar tiga batang
air yaitu Tala,Eti dan Spalewa).
Maka pulau seram dibagi menjadi 4 Inama besar yaitu :
1. Inama SARIMETENE, kepala Inama adalah Tuhumetene yang berkedudukan di Eti, mempunyai kekuasaan dari Eti sampai Sapalewa
2. Inama
HATUMETENE, kepala Inama adalah Hahuinai berkedudukan di Nuniali
mempunyai daerah kekuasaan dari Sapalewa sampai Wai Makina
3. Inama TAHISANE, kepala Inamanya adalah Latu Raja berkedudukan di Kaibobu mempunyai daerah kekuasaan dari Kaibobu sampai Waitala
4. Inama
HALULAPESIA, yaitu Amahai dan mempunyai daerah kekausaan mulai dari Wai
Uwe, Paurita (kepala Wai Ruata) di teluk Elpaputy sampai di Hatumete
teluk Teluti
Amahai,
sesudah tahun 1605, menerima kekuasaan belanda, sehingga terbentuklah
di Amahai suatu pemerintahan yang namanya “Regen Van Amahai” untuk
menerimah kekuasaan asing itu terjadi berbagai pergantian kekuasaan
Inama dan Hena satu kepada Hena lain silih berganti, yang pada akhirnya
berkesudahan dengan satu “Restorasi” atau “Pembaharuan” di Amahai.
Ø Masa Menetap
Setalah
daerah Maluku di kuasai oleh penjajah belanda, maka atas petunjuk
Valentyn, maka batas kekuasaan itu dapat mereka tentukan. Daerah
kekuasaan Inama Hawlapesia atau Inama Amahei, mereka tetapkan dalam satu
onderafdelingn, yaitu onderafdeling Amahai, mulai batas Inama Tala
yaitu Wat Tala sampai Wai Boboh (ulahahan).
1. Penyebaran dan Menetap I
- Daera
Pawita, yaitu kepala Wai Ruata di huni oleh UPU Kapitan leka Gua Marima
atau Pilimau, dengan 5 orang anaknya. Kelima anak dari Pilimau yaitu
masing-masing :
1. Hunipela yang melahirkan Toulala dengan marga Lernaya
2. Siamatau yang melahirkan Hinsow
3. Ririnusa/namasela melahirkan Samahupele dan Putumau
4. Talainta
5. Toulala yang melahirkan Topsela
- Daerah Haupinalo (batu piring) ditempati oleh kakiay, sahalessy, yang kemudian membentuk Soa Nopu
- Daerah Ariuno (adik kandung) ditempati oleh Mainassy, Wattimury, Lasamahu, Sopacua peru yang membentuk Soha Latu
- Daerah Kaiyura (air terbuka) ditempat oleh keluarga Hailatu yang membentuk SOA LESI
- Daerah Tanjung Kuako (kami dua sudah ada) ditempat oleh Latuny dan Peletimu
- Daerah Wai Kawa sampai Wai Rano ditempati oleh Wai Laruny
- Daerah kepala Wai Rano sampai ke pantai ditempati oleh Latu Sopacua, Latu Kaisupi yang datang dari Iha
- Daerah Wai Lima (lima mata air) dari Benteng Titaley sampai pesisir teluk Amahai telah ditempati oleh Titaley
- Daerah tanjung Umeputi (kembang putih) ditempati oleh Tupamahu
Paparan
di atas menunjukan bahwa manusia-manusia ALIFIRU yang dating dari
Nunusaku karena suatu Diaspora atau migrasi besar-besar akibat huru-hara
terbunuhnya putri “Rapia Halnuwela” sudah mulai menetap. Apalagi hukum
sirih-pinang atau hukum adat sebagai suatu konuensi (hokum yang tidak
tertulis), mempunyai daya perekat dan daya pengikat yang kuat. Melanggar
Konvensi ini berarti akan ditimpa malapetaka.
Suatu
ungkapan yang memperkuat daya perekat hokum Sirih-Pinang atau hukum
adat ini adalah: “SEI HALE HATU, HATU HALE SEI, SEI RISA SOU,SOU RISA
SEI” yang arinya “SAPA BALE BATU, BATU BALE TINDIS DIA, SAPA LANGGAR
JANJI/INGKAR JANJI, JANJI AKAN BALE LANGGAR DIA.
Ungkapan
seperti ini, biasanya diucapakan dalam satu pasawari adat untuk
memperat ikatan persaudaraan antara dua clan, hena, soa atau amino
(negeri).
2. PENYEBARAN DAN MENETAP II
Perpindahan dan penyebaran tersebut terjadi sebagai berikut:
1. Wattimena
(yang kemudian menjadi Wattimena-Lokollo) karena menyatu dengan Akollo
meninggalkan Banda menurut paparan sejarah Wattimena-Lokollo bahwa
mereka berasal dari Banda di Malaka. Mereka berangkat dengan sebuah
perahu kecil yang mempergunakan pohon limau mas yang tumbuh di pantai
sebagai layarnya. Bandan yang dimaksud adalah bahasa sensekerta untuk banda. Pelayar yang bernama TOPANUSA itu singgah di tanjung Kuako
2. Ruhupessy dari suku Wemale, pada mulahnya mendiami daerah Kamaletan digunung, sebab itu namanya disebut Ruhupessy Kamale.
Ø Mata rumah-rumah pertama di Amahai dengan Teon dan marganya.
1. Soa Loko
- Tupamahu, Puu Hausupuno Teono Maata
- Peletimu, Puu Huapeletimu Teono Napalesy
- Sopacua, Puu Latukaisupi Teono Sitinia
- Lokollo, Puu Loko Teono Hualesy
- Wattimena, Puu Mena Teono Hualesy
- Lernaya, Topisela, Talaenta, dan Hinsou, Puu Hari Lernay, Topisela Teono Mansamu
- Latuny, Puu Lauro Teono Simpele
2. Soa Nopu
- Kakiay, Puu Nopu Teono Maata
- Lewenusa
- Sahalessy, Puu Saruapuno Teono Laturessy
3. Soa Latu
- Mainassy, Puu Samariauru, Samalawae Teono Kamalessy
- Lasamahu, Puu Laukouolo, Laukaritolo Teono Peunu
- Wattimury Puu Lauro Teono Laturessy
- Sopacuaperu, Puu Peru Serano, Peru Omolo Teono Samahu
4. Soa Lessy
- Hallatu, Puu Lessy Rumah Iralo Teono Maserua Rumahauro
- Hallatu Kilang, Puu Kilang Hatuputi Teono Polomahu
Soa
loko dan nopu disebut juga soa perempuan dan disebut namanya: Ritohi
Samalohi soa latu dan lessy disebut juga soa laki-laki atau Syamura
Aherai dengan demikian:
Tugas dan tanggung jawab lembaga adat diatur sebagai berikut:
- Upu Latu adalah kepala adat, pemimpin pemerintah
- Hena puno/tuan tanah adalah penguasa atas daratan
- Kapitane Iralo/kapitang besar adalah pemimpin perang tertinggi
- Maweng adalah pemimpin upacara-upacara yang bersifat sacral/agamani
- Laumula puno adalah penguasa atas lautan
- Syamura puno adalah memimpin upacara-upacara adat
- Matokeswano
adalah penjaga baeleo – memimpin dan mengawasi segala bentuk kegiatan
dan upacara adat di baileu, atau di daratan dan dilautan
- Saniri
amino/negeri adalah wakil-wakil dari setiap soa, bertugas untuk
membela, memikirkan serta memutuskan hal-hal yang berguna untuk
kepentingan banyak orang, termasuk didalmnya keputusan tentang
penyelenggara tata upacara adat.
- Kepala soa disebut upu pasaki adalah pemimpin setiap soa bertugas untuk membantu upu latu dalam tugas-tugas pemerintah.
- Kewang laut adalah petugas khusus yang mengawasi keadaan laut dalam hal ini bekerjasama dalam membantu tugas laumula puno.
- Kewang
darat adalah petugas khusu untuk mengawasi harta milik warga masyarakat
adat yang terbentang dalam petuanan ulayat hokum adat lounusa maatita.
- Marinyo adalah petugas khusus yang membantu menyampaikan amanat upu latu kepada seluruh lapisan masyarakat.
RESTORASI DI NEGERI AMAHAI
Asal
wasal terjadi restorasi adalah persoalan dengan Bulawa wattimena.
Bulawa Watimena adalah orang kaya makariki, terjadinya persoalan antara
batas tanah selatan dan utara yang disengketakan oleh negeri amahai dan
makariki
Pada
saat itu amahai mengutuskan patti Hendrek Wattimena-Lokolo berangkat ke
gunung namasina untuk menyelesaikan sengketa tanah tersebut, tetapi
patti Hendrek Wattimena-Lokollo tidak pergi, kemudian rakyat Amahai
memutuskan Marawaka Wattimury untuk pergi ke Namasina untuk membicarakan
tentang sengketa tanah itu. Kemudian Marawaka pun berangkat ke gunung
namsina, dan marawaka dipikul dengan kursi bamboo, oleh orang-orang
negeri Amahai ke gunung Namasina. Marawaka adalah seorang kepala soa,
dan dalam perjalanan mereka pikul Marawaka sambil berkapata: atera Tomo
Le, Maluwa Lumute, Susah Patanea Yana Siwa Rima O”. artinya: Rakyat
Amahai memikul Marawake dengan susah payah melewati gunung lumete.
Tibalah
Marawaka di gung Namasina dan Marawaka mendapat pembicaraan dari orang
kaya Bulawa Wattimena, sehingga Marawaka memutuskan untuk naik
pengadilan di saparua, dengan patti Hendrek Wattimena-Lokollo. Marawaka
pun kembali ke negeri Amahai dengan keputusan ini disetujui oleh rakyat
Amahai oleh rakyat Amahyai, sehingga rakyat Amahai memutuskan Marawaka
dan Pandemani Sahalessy berangkat ke Saparua. Marawaka dan Pandemani
tiba di Saparua, Marawaka dan Pandemani duduk berhadapan dengan Patti
Hendrek di depan pengadilan. Setelah selesai pengadilan di Saparua
Marawaka dan Pandemani kemabali ke Negeri Amahai. Sampai di negeri
Amahai mereka membuat rapat saniri besar, dan mereka menjelaskan hasil
di pengadilan Saparua kepada rakyat Amahai bahwa Patti Hendrek di pihak
yang kalah. Pada saat itu juga rakyat Amahai menjadi marah dan mereka
bersumpah dan mungutuk dari keturunan Wattimena-Lokollo tidak boleh
diperbolehkan duduk di kursi pemerintahan di negeri Amahai, sumpahan dan
kutukan itu berbunyi demikian:
“Halem,uru ke Wattimena-Lokollo, parenta amino ne hour
Amino, ne molo, esi puraka o, sisio nesuhu amino, ne”
Artinya:
kalau Wattimena-Lokollo perintah di negeri Amahai, maka Amahai akan
tenggelam atau yang tinggal di negeri amahai adalah pohon pulaka dan
kayu siki serta rumput rutu-rutu yang berada di dalam negeri amahai.
Perempuan janda atau balu memakai baju hitam dan membawa menyapu di
tiap-tiap jalan dan menyapu bersih tempat kaki dari keturunan
kepemerintahan Wattimena-Lokollo sampai matahari masuk, kemudian
rumahnya di bakar dan abunya dibuang ke laut.
Pada
tahun 1830, Elisa Hallatu di angkat menjadi sahkeber dan terdaftar
sebagai daftar nomor empat dalam register pemerintahan Belanda. Kemudian
pada tahun 1907, Abraham Hallatu di angkat dan mendapat gelar raja oleh
pemerintahan Belanda/Controler Van Leiden. Gelar Raja tersebut di
pegang oleh Hallatu sampai sekarang ini.
Retorasi
ini menyebabkan kembalinya kekuasaan kepada yang berhak. Belajar dari
sejarah, retorasi semacam ini patut dipergunakan sebagai momentum
sejarah untuk melaksanakan pembangunan, perbaikan dan kemajuan.
SYSTEM PERKAWINAN ADAT MENURUT
ADAT NEGERI AMAHAI
1. Adat Perkawinan
Di
zaman dahulu perkawinan itu di atur dan berlaku secara adat. Hal itu
terjadi karena belum ada suatu tat pemerintahan yang dapat mengatur
berbagai kebutuhan masyarakat, demikian pula agama belum lagi menyentuh
daratan Nusa Ina atau Pulau seram
a. Adat perkawinan sebelum masuk Agama dan sebelum terbentuknya pemerintahan.
Sebelumnya
tata pemerintahan dan masuknya agama, perkawinan itu telah di atur dan
diberlakukan secara tertib oleh masyarakat adat. Perkawinan di Zaman itu
tidaklah melalui jembatan pertunangan antara kedua pasangan muda-mudi
tetapi di dominasi oleh orang tua. Sebagian besar terjadi sejak lahir
sudah ada suara yang disampaikan dan orang tua lelaki kepada orang tua
perempuan.
Setelah
kedua insan itu beranjak dewasa dilakukan ikatan janji melalui ikatan
tali pada tangan masing-masing anak dan kemudian setelah sudah waktunya
mereka diikat dalam perkawinan menurut adat. Walaupun tidak melalui
masa-masa pertunangan untuk saling mengenal dan mencintai sejak muda
tetapi sebagai anak-anak adat mereka taat dan patuh. Dalam perkawinan
ini yang bertugas untuk melakukan perkawinan adalah kepala adat atau
kapitan.
2. Adat Perkawinan Setelah Agama dan Terbentuknya Pemerintahan
Setelah
masuknya agama dan telah terbentuknya tata pemerintahan dengan berbagai
aturannya makanya perkawinan turut mendapat pembaharuan dengan tetap
berakar pada sistem perkawinan para pendahulu dengan mempertimbangkan
berbagai perubahan dalam ukuran martabat kaum perempuan.
Jenis-jenis perkawinan yang berlaku antara lain:
- Jenis minta
- Kawin lari
- Kawin manua
a. Kawin minta
- Kawin adat menurut jenis “kawin minta” bila anak laki-laki adalah anak adat negeri Amahai.
Mulanya
perkawinan ini di dahului dengan mengantarkan tempat siri. Tempat siri
di terima oleh keluarga si gadis maka tandanya pembicaraan di lajutkan
dengan penangan anak gadis. Setelah itu keluarga anak laki-laki wajib
melunasi berbagai syarat menurut adat anak perempuan barulah perkawinan
secara pemerintahan dan gereja dapat dilaksanakan. Setelah selesai
perkawinan yang dilakukan pemerintah dan gereja, kepada anak-anak adat
diwajibkan untuk melaksanakan perkawinan adat yang lazim disebut “kasih
pakai baju adat”. Hal ini dikatakan wajib karena apabila perkawinan
secara pemerintah dan gereja berlangsung maka anak gadis telah menjadi
milik keluarga lelaki dan sudah berada dalam rumah lelaki, sigadis akan
dilarang makan bersama keluarga sebelum dilakukan perkawinan menurut
adat.
Dalam
perkawinan adat itu dihadirkan semua anak-anak mata rumah anak
laki-laki dengan maksud agar diperkenalkan berbagai jabatan, anataranya
menurut panggilan Ua, wate Tanta, Om, Konyadu, dll.
Tata
cara perkawinan adat yaitu anak gadis di hentar masuk rumah setelah
penghormatan adat, kemudian di gadis diserahkan oleh pemimpin rombongan
kepada kepala mata rumah guna dilanjutkan dengan acara mata rumah.
Setelah itu anak gadis diberi pakai baju adat selanjutnya mengantarkan
apapual berupa tempat sirih dan minuman adat. Setelah itu makan meja
yang disebut meja “Mananol”. Di meja Mananol tersedia semua makanan
berupa makanan jenis rebusan dan tidak tertinggal makanan khas Maluku
yaitu papeda. Si gadis harus makan semua makanan yang ada di meja
Mananol dalam satu piring, setelah selesai makan meja Mananol sigadis
diwajibkan menyapa semua kaum keluarga yang duduk di meja makan Menanol.
Batu
adat dan meja makan mannol wajib dipakai selama tiga hari baru
dilepaskan, dan setelah tiga hari baju adat diserahkan kepada konyadu
perempuan yang ditetapkan.
- “Kawin Adat menurut jenis” Kawin Minta” bila anak gadis adalah anak adat Amahai
Anak
perempuan di pinang dengan menggunakan tempat siri atau dengan
menggunakan utusan keluarga anak lelaki. Setelah ada persetujuan dua
pihak barulah perkawinan dapat dilanjutkan. Sebelum perkawinan secara
pemerintah ataupun gereja dilakukan keluarga anak laki-laki wajib
mengantarkan harta mata rumah kerumah anak perempuan. Harta itu dalam
bentuk barang-barang yang ditetapkan, antara lain:
- Harta badan adalah piring tatu atau uang yang ditetapkan, jumlahnya 9999.
- Piring batu buka pintu
- Kain Om dan kain kakak
Semua
barang itu di isi dalam atiting kemudian dilengkapi dengan tempat sirih
dan apapual. Apabila semuanya terpenuhi maka keluarga laki-laki
mengantarnya ke rumah perempuan, bila harta yang di antar di terima oleh
keluarga perempuan barulah dilajutkan dengan keluarga perempuan
mengantarkan semua barang bawaan berupa peti pakaian, barang-barang
dapur dan semua keperluan yang dibutuhkan sampai kepada kayu api dan abu
tungku. Setelah semua itu di terima maka perkawinan secara gereja dan
pemerintah sudah boleh dilaksanakan.
b. Kawin lari
Apabila
seorang anak gadis kawin lari maka diwajibkan keluarga laki-laki
mengantarkan harta pada hari itu juga. Apabila harta itu belum di terima
maka diwajibkan untuk di bawa samapai tiga kali berturut-turut. Apabila
waktu yang ditetapkan tidak dipenuhi oleh keluarga laki-laki, maka
keluarga laki-laki wajib membayar denda sesuai hokum adat yang berlaku,
yaitu berupa pukulan Sembilan kali di rumah adat (baileo) oleh kepala
adat dengan menggunakan rantai besi.
c. Kawin Manoa
Yang
dimaksudkan dengan kawin manoa, yaitu apabila anak laki-laki mengikuti
anak perempuan kerumahnya dan tinggal bersama-sam. Hal ini terjadi
karena anak perempuan ini adalah anak tunggal atau anak perempuan ini
sangat mencintai orang tuanya, banyak juga anak laki-laki ini tinggal
bersama istrinya dan orang tua dari sang istri sampai mereka meninggal.
Apabila
sang istri itu anak tunggal, maka segala harta milik orang tuanya yang
sudah meninggal itu menjadi milik sang istri menurun menjadi hak milik
dari anak-anak suaminya. Sang lelaki yang manoa ini, dia terlepas dari
tanggung jawab/mas kawin karena ia sudah menanggung beban runah tangga
ini atau karena sang lelaki ini sudah menjaga dan melayani orang tua
dari sang wanita.
Tetapi
jika sang lelaki tunggal beberapa tahun sampai ada seorang anak yang
lahir lalu sang pria ingin kembali ke rumah orang tuanya, maka anak yang
sudah lahir itu harus di tebus dengan meninggalkan sebuah piring batu
dan juga diberikan satu buah kain merah.
Piring
batu ini dengan bahasa disebut “Loo”NO”, yaitu untuk menggantikan
piring makan si anak di rumah neneknya, dan kain merah disebut dengan
bahasa “Sapuno” yaitu kain pengganti loyor yang mungkin diberikan oleh
si nenek kepada cucunya.
Soa
loko dan nopu disebut juga soa perempuan dan disebut namanya: Ritohi
Samalohi soa latu dan lessy disebut juga soa laki-laki atau Syamura
Aherai dengan demikian:
Tugas dan tanggung jawab lembaga adat diatur sebagai berikut:
- Upu Latu adalah kepala adat, pemimpin pemerintah
- Hena puno/tuan tanah adalah penguasa atas daratan
- Kapitane Iralo/kapitang besar adalah pemimpin perang tertinggi
- Maweng adalah pemimpin upacara-upacara yang bersifat sacral/agamani
- Laumula puno adalah penguasa atas lautan
- Syamura puno adalah memimpin upacara-upacara adat
- Matokeswano
adalah penjaga baeleo – memimpin dan mengawasi segala bentuk kegiatan
dan upacara adat di baileu, atau di daratan dan dilautan
- Saniri
amino/negeri adalah wakil-wakil dari setiap soa, bertugas untuk
membela, memikirkan serta memutuskan hal-hal yang berguna untuk
kepentingan banyak orang, termasuk didalmnya keputusan tentang
penyelenggara tata upacara adat.
- Kepala soa disebut upu pasaki adalah pemimpin setiap soa bertugas untuk membantu upu latu dalam tugas-tugas pemerintah.
- Kewang laut adalah petugas khusus yang mengawasi keadaan laut dalam hal ini bekerjasama dalam membantu tugas laumula puno.
- Kewang
darat adalah petugas khusu untuk mengawasi harta milik warga masyarakat
adat yang terbentang dalam petuanan ulayat hokum adat lounusa maatita.
- Marinyo adalah petugas khusus yang membantu menyampaikan amanat upu latu kepada seluruh lapisan masyarakat.
RESTORASI DI NEGERI AMAHAI
Asal
wasal terjadi restorasi adalah persoalan dengan Bulawa wattimena.
Bulawa Watimena adalah orang kaya makariki, terjadinya persoalan antara
batas tanah selatan dan utara yang disengketakan oleh negeri amahai dan
makariki
Pada
saat itu amahai mengutuskan patti Hendrek Wattimena-Lokolo berangkat ke
gunung namasina untuk menyelesaikan sengketa tanah tersebut, tetapi
patti Hendrek Wattimena-Lokollo tidak pergi, kemudian rakyat Amahai
memutuskan Marawaka Wattimury untuk pergi ke Namasina untuk membicarakan
tentang sengketa tanah itu. Kemudian Marawaka pun berangkat ke gunung
namsina, dan marawaka dipikul dengan kursi bamboo, oleh orang-orang
negeri Amahai ke gunung Namasina. Marawaka adalah seorang kepala soa,
dan dalam perjalanan mereka pikul Marawaka sambil berkapata: atera Tomo
Le, Maluwa Lumute, Susah Patanea Yana Siwa Rima O”. artinya: Rakyat
Amahai memikul Marawake dengan susah payah melewati gunung lumete.
Tibalah
Marawaka di gung Namasina dan Marawaka mendapat pembicaraan dari orang
kaya Bulawa Wattimena, sehingga Marawaka memutuskan untuk naik
pengadilan di saparua, dengan patti Hendrek Wattimena-Lokollo. Marawaka
pun kembali ke negeri Amahai dengan keputusan ini disetujui oleh rakyat
Amahai oleh rakyat Amahyai, sehingga rakyat Amahai memutuskan Marawaka
dan Pandemani Sahalessy berangkat ke Saparua. Marawaka dan Pandemani
tiba di Saparua, Marawaka dan Pandemani duduk berhadapan dengan Patti
Hendrek di depan pengadilan. Setelah selesai pengadilan di Saparua
Marawaka dan Pandemani kemabali ke Negeri Amahai. Samapai di negeri
Amahai mereka membuat rapat saniri besar, dan mereka menjelaskan hasil
di pengadilan Saparua kepada rakyat Amahai bahwa Patti Hendrek di pihak
yang kalah. Pada saat itu juga rakyat Amahai menjadi marah dan mereka
bersumpah dan mungutuk dari keturunan Wattimena-Lokollo tidak boleh
diperbolehkan duduk di kursi pemerintahan di negeri Amahai, sumpahan dan
kutukan itu berbunyi demikian:
“Halem,uru ke Wattimena-Lokollo, parenta amino ne hour
Amino, ne molo, esi puraka o, sisio nesuhu amino, ne”
Artinya:
kalau Wattimena-Lokollo perintah di negeri Amahai, maka Amahai akan
tenggelam atau yang tinggal di negeri amahai adalah pohon pulaka dan
kayu siki serta rumput rutu-rutu yang berada di dalam negeri amahai.
Perempuan janda atau balu memakai baju hitam dan membawa menyapu di
tiap-tiap jalan dan menyapu bersih tempat kaki dari keturunan
kepemerintahan Wattimena-Lokollo sampai matahari masuk, kemudian
rumahnya di bakar dan abunya dibuang ke laut.
Pada
tahun 1830, Elisa Hallatu di angkat menjadi sahkeber dan terdaftar
sebagai daftar nomor empat dalam register pemerintahan Belanda. Kemudian
pada tahun 1907, Abraham Hallatu di angkat dan mendapat gelar raja oleh
pemerintahan Belanda/Controler Van Leiden. Gelar Raja tersebut di
pegang oleh Hallatu sampai sekarang ini.
Retorasi
ini menyebabkan kembalinya kekuasaan kepada yang berhak. Belajar dari
sejarah, retorasi semacam ini patut dipergunakan sebagai momentum
sejarah untuk melaksanakan pembangunan, perbaikan dan kemajuan.
|
Sejarah
Langganan:
Postingan (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar